Cari Blog Ini

29 April 2008

gelisah

Kegelisahan. Apa sih maksud kegelisahan? Kenapa ia harus datang? Untuk apa dia ada? Kenapa setiap manusia merasa gelisah? Apa sebabnya? Apa solusinya?
Tentang maksud dan definisi dan tetek bengek di atas, kita bisa lihat di ilmu psikologi-nya Freud, atau teori psikoanalisis-nya Erich Fromm. Di sana sedikit banyak ada pencerahan sehingga kita tidak usah menanyakan hal mendasar seperti itu. Toh, dengan banyak baca kita juga akan semakin pintar dengan sendirinya. Bukan aku nggak ngasih jawaban, namun berharap kalian, manusia-manusia bodoh, bisa lebih kreatif.
Ayo kita mulai gelisah. Karena dengan gelisah, kita akan semakin mendekati jenius. Kegelisahan juga menjadikan kepribadian seseorang makin sempurna. Bagaimana tidak? Setiap ada kegelisahan berarti ada tuntutan untuk berpikir dan berproses. Manusia selalu dituntut untuk bisa memecahkan masalah, baik itu masalah pribadi maupun masalah sosial. Dan setiap masalah selalu ada jalan keluar terbaik. Itu pun jika manusia benar-benar bisa menyelesaikannya dengan logikanya yang sempurna. Sebab banyak sekali orang yang menyelesaikan masalah dengan meninggalkan banyak masalah lain. Kadang memang benar apa yang dijadikan slogan pegadaian, mengatasi masalah tanpa masalah. Namun hidup bukan sekedar pegadaian. Banyak nilai yang dipertaruhkan walau hanya sekedar survival.
Manusia selalu berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan dasariahnya. Makan, minum, berumah tangga, punya rumah hunian yang nyaman, berpakaian yang selayaknya, dan bersosialisasi. Banyak sekali cara yang bisa ditempuh untuk merealisasikan semua keinginan itu. Namun satu-satunya jalan agar semua cara tersebut bisa diwujudkan adalah dengan bekerja, berusaha semaksimal mungkin agar bisa merasa "cukup". Nah, cukup inilah yang punya standar ganda. Bagi sebagian orang, cukup berarti bisa memenuhi kebutuhan sehar-hari. Namun sebagian yang lain merasa, bahwa yang dinamakan cukup adalah dengan mempunyai segalanya dengan berlebihan.
Kebutuhan ini nyatanya bukan hanya sekedar sebagai pelampiasan akan sebuah keterpenuhan, akan tetapi sebagai sebuah gaya hidup mengikuti zaman dan halusinasi kemodernan. Orang selalu merasa ada yang selalu ia butuhkan selain kebutuhan pokok. Dia selalu dirangsang untuk selalu membeli dan mengkonsumsi barang dengan berlebihan. Iklan yang bertebaran di sepanjang jalan adalah protein ampuh bagi mereka yang hobi belanja. Dengan kata lain, orang berbelanja bukan karena ia butuh, tetapi karena ada rangsangan untuk membeli. Kebutuhan itu sendirilah yang diciptakan oleh produsen yang ditujukan kepada konsumen dengan iklan yang menggiurkan.
Ah, kenapa juga mikir orang lain yang suka belanja dengan uangnya yang berlimpah? Yang jadi problem adalah, di salah satu pihak ada orang belanja dengan budget begitu besar, dan di pihak lain ada sekian banyak orang yang harus rela (terpaksa) bertaruh nyawa demi sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya. Yang terjadi adalah ketidakseimbangan sosial yang makin lama akan menjadi bom waktu dan meledak kapan saja. Siapa yang harus bertanggung jawab ketika bom sosial ini menghancurkan pranata yang sudah terbangun? Nggak bisa dong kita menyalahkan kaum pinggiran dan mengatakan bahwa mereka miskin karena mereka malas bekerja. Karena pada kenyataannya mereka adalah kaum yang selalu saja termarginalkan. Mereka ada tetapi dianggap tidak ada. Wujuduhu kaadamihi...
Apa yang mesti kita renungi dari masalah itu? Jawabannya ada pada otak kita masing-masing. Setiap individu mempunyai sudut pandang berbeda dalam menyikapi setiap hal.
Aku sendiri udah malas banget mikirin hal semacam itu. Semakin lama hidup kayaknya dihimpitkan pada hal-hal praktis yang menuntut untuk segera dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan dasar alamiah sering membuat mumet. Ditambah soal lain,
asmara misalnya. Sebenarnya sepele, namun menguras energi. Bodoh sekali jika terus-terusan menguras energi hanya untuk menyelesaikan satu hal yang memang pada dasarnya tidak mungkin diselesaikan dengan baik-baik. Sempat limbung juga beberapa hari. Tapi masih dalam batas yang "wajar". Ketika dia "pergi", biarlah berlalu dengan semua masa lalu. Menatap hari esok lebih baik daripada terus mencari kesalahan di masa lalu. Yang terpenting adalah mengambil sesuatu yang berharga dan menjadikannya pelajaran.
Lebih dari itu, mengambil pelajaran bukan hanya dari masa lalu sendiri. Orang lain juga adalah pelajaran hidup yang berharga. Ada salah satu teman yang selalu berjalan lurus, teguh hati, berani, cerdas dan membangkitkan banyak inspirasi. Dia bukan orang yang "tampan" , tetapi dengan kecerdasannya dia bisa memikat hati banyak orang. Perjuangannya bagi banyak orang dan "tidak menyerah" dengan uang dan ketenaran itulah yang bikin bangga.
Berkawan baik dengannya setidaknya sudah satu dasawarsa lebih. Selama itu tidak sekali pun aku melihat ada keserakahan dalam dirinya. Dan kalau saja dia mau, dia tidak akan semiskin sekarang. Aku heran juga, ternyata masih ada orang "purba" seperti dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar