Cari Blog Ini

29 April 2008

kembali

Aku membangunnya dengan sepenuh hati, namun engkau menjadikan rumah itu hanya sebagai sampiran kain yang tidak akan kau pakai lagi. Beginilah sekarang, semuanya berantakan, tidak ada yang terurus. Sepenuh hati aku menjadikan air mata sebagai pengait batu ke batu, dan peluh yang keluar tidak akan bisa lagi terasa asin. Itu semua kalah dengan darah yang anyir, yang setiap saat mengalir lewat tengkurapnya senja. Kemana engkau akan menjadikan ini semua berarti. Aku menunggu, tapi dengan penantian itu aku tidak mendapatkan apa-apa selain gelisah dan kecewa. Bunga yang kutanam di rumah itu kini sudah kering, tidak pernah ada tangan lembut yang merawatnya dan mengasihinya dengan sepenuh hati. Rumah itu kini lengang dan tidak bernyawa.
Semua itu dulu kusediakan kepadamu, agar suatu saat ketika engkau pulang bisa dengan segera mengisinya dengan keceriaan dan kebahagiaan. Rumah kecil yang kubangun dengan sepenuh hati itu kupikir akan membuat kita bahagia selamanya, sebab dulu aku yakin kita akan melampaui semua yang sudah kita jalani. Hanya satu salahku, aku pergi dan tidak memberi tahumu bahwa aku akan kembali. Kupikir kamu akan mengerti bahwa aku tidak akan begitu saja melupakan dan meninggalkanmu sendirian. Namun ketika keyakinanku itu telah tersusun dan pertanyaan-pertanyaan yang menggelayut telah terjawab, aku pulang dengan rasa hampa. Sama sekali tidak kudapatkan rasa yang selama ini kurindukan. Bahka seulas senyum sejuk itu tidak ada di tempatnya lagi. Bukankah hal ini hanya akan membuat luka semakin dalam? Bukankah hal ini akan memuat dendam makin tak tertahankan?
Namun aku bukan orang yang suka mengumbar dendam. Aku dengan begitu saja akan memaafkan orang yang telah menyakitiku, namun aku bukan orang mudah lupa dengan semua kenangan. Semuanya akan hadir dalam kehidupan kini dan seterusnya. Bahkan mungkin akan terbawa sampai mati. Bunga itu sama sekali tidak menyadari bahwa ada hal yang tidak mungkin dijelaskan dengan kata-kata. Inilah salahku, karena kamu tidak begitu cerdas untuk menguraikannya dengan baik, dan aku juga benar bahwa kamu akan memilih sesuatu yang lebih mudah dan praktis dalam kehidupan. Kamu selalu akan menghindari keruwetan dan masalah. Aku ngerti ketabahanmu, namun aku tidak bisa ngerti kenapa kamu demikian putus asa.
Lalu bagaimana dengan rumah kecil itu? Akankah aku merobohkannya? Tidak! Aku tidak akan mampu merobohkan bangunan itu walau bukan dengan tanganku sendiri. Kalau kau mampu menghapus kenangan, kenapa tidak sekalian kau hapus saja sejarah dari muka bumi ini, biar semuaya bisa dimulai dari awal dan akan berjalan dengan baik. Kenapa manusia tidak bisa memiliki kesempatan untuk kali kedua, sedangkan Tuhan saja selalu menanti kesempatan kedua dari manusia untuk menjadi baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar